Gempa dengan kekuatan 8,9 skala Richter mengguncang Jepang, Jumat 11 Maret 2011. Lindu itu memicu tsunami yang memporak-porandakan pesisir timur negara itu, bahkan memicu ledakan di instalasi nuklir. Sebuah pukulan besar bagi Jepang yang dikenal negeri paling siap menghadapi gempa dan tsunami di muka bumi ini.
Beberapa orang menghubung-hubungkan musibah di Jepang dengan fenomena supermoon yang akan terjadi pada Sabtu 19 Maret 2011 mendatang.
Istilah 'supermoon' merujuk pada fenomena mendekatnya Bulan ke Bumi atau disebut juga'lunar perigee'. Tahun ini, Bulan hanya akan berjarak sekitar 221.567 mil atau 356.578 kilometer. Jarak paling dekat dalam kurun waktu 18 tahun.
Dugaan bahwa gempa Jepang terkait supermoon diperkuat fakta, beberapa bencana terjadi berdekatan dengan supermoon. Salah satunya, tsunami Aceh 2004 yang merenggut lebih dari 200 ribu nyawa terjadi dua minggu sebelum supermoon 2005.
Benarkan demikian? Dalam pernyataannya, Badan Antariksa Ameriksa Serikat (NASA) membantah dugaan itu. Ilmuwan Goddard Space Flight Center NASA, Jim Garvin mejelaskan, supermoon terjadi saat Bulan sedikit mendekat ke Bumi daripada rata-rata. Efek ini paling terlihat saat terjadi bulan purnama. "Bulan akan terlihat lebih besar, meski perbedaan jarak dari Bumi hanya beberapa persen di banding biasanya," kata dia seperti dimuat situs Space.com.
Adalah astrolog, Richard Nolle yang awalnya menghubung-hubungkan fenomena supermoon dengan bencana alam. Ia mengklaim supermoon akan memicu gempa bumi, gunung meletus, dan badai besar.
Namun, Garvin membantah praduga itu. Kata dia, efek bulan terhadap bumi telah lama menjadi subyek studi. "Efek supermoon terhadap Bumi kecil. Dan menurut studi detil para seismolog dan vulanolog, kombinasi antara supermoon dan bulan purnama tidak mempengaruhu energi internal keseimbangan di bumi." Meski bulan berkaitan dengan kondisi pasang surut Bumi, itu tidak mampu memicu gempa besar dan mematikan.
Kekuatan justru berada di Bumi. "Bumi menyimpan energi di balik lapisan luar atau keraknya. Perbedaan daya pasang surut yang diakibatkan bulan (juga matahari) tidak cukup mendasari munculnya kekuatan besar dari dalam bumi."
Sebelumnya, pakar gempa dari Pusat penelitian Geoteknologi LIPI, Danny Hilman Natawidjaja mengatakan, bahwa supermoon diduga bisa memicu bencana masih banyak unsur mistiknya daripada ilmiahnya. "Kita masih perlu melakukan peninjauan yang lebih ilmiah mengenai hal itu," kata Danny ketika dihubungi VIVAnews, Sabtu 12 Maret 2011.
Namun, Danny mengakui gejala supermoon memang bukan berarti harus diabaikan sama sekali. Hal itu masih cukup penting untuk diperhatikan, dalam artian kajian ilmiah lebih lanjut penting untuk dilakukan. "Kita harus menggunakan penelitian ilmiah sebagai patokan. Jangan berpatokan pada mitos-mitos atau hal-hal yang sifatnya mungkin kebetulan."